Cerita Anak Ulat Bulu
Ulat Bulu
oleh: Andi Dwi HandokoDimuat Solopos Minggu, 10 Juli 2011 , Halaman : VI
Siang begitu terik. Koko dan Kiko gres saja pulang dan sekolah. Mereka saudara kembar yang sekolah di kawasan yang sama. Karena jarak rumah dan sekolah mereka hanya dekat, mereka hanya jalan kaki. Setiba di rumah, mereka tak lantas masuk ke dalam. Mereka duduk-duduk dulu di bawah pohon mangga di halaman rumah sambil minum es teh bungkus. Sungguh nikmat rasanya, minum es teh di bawah rindangnya pohon dan ditemani semilir angin sepoi-sepoi di tengah cuaca yang panas.
Kiko yang bersandar di pohon mangga tiba-tiba tersentak kaget. Ada sesuatu yang merayap di lengannya.
“Apa ini?” teriak Kiko.
Koko galau melihat tingkah saudara kembarnya itu. Dia segera mencari tahu apa penyebabnya. Ternyata ada seekor ulat bulu yang merayap di lengan Kiko. Bukannya menolong, Koko justru menertawakan Kiko.
Tapi Kiko bukanlah anak yang penakut dan cengeng. Setelah tahu jika yang merayap di lengannya yakni ulat bulu, ia pun mencari patahan ranting dan menyingkirkan ulat itu dari lengannya. Ulat bulu itu jatuh ke tanah. Ulat bulu tersebut berwarna cokelat dan tubuhnya dipenuhi dengan bulu-bulu halus.
Koko dan Kiko pun mencari tahu dari mana asal ulat bulu tersebut. Ternyata ulat bulu itu berasal dari pohon mangga kawasan mereka berteduh. Ada aneka macam ulat bulu yang melekat di pohon, ranting, dan dedaunan. Bukannya menghindari ulat bulu, mereka malah bermain-main dengan ulat bulu tersebut. Mereka bahkan mengambil ulat bulu tersebut dan menakut-nakuti Adisty dan Laura yang gres saja pulang sekolah. Adisty dan Laura yang takut dan geli terhadap ulat bulu, pribadi lari terbirit-birit. Sedangkan Koko dan Kiko malah tertawa terpingkal-pingkal.
Ibu Koko dan Kiko yang mendengar bunyi gaduh, segera keluar rumah.
“Heh...Koko dan Kiko, kalian jangan bermain ulat bulu!”
“Enggak kok Bunda, “jawab Koko dan Kiko sembari membuang ulat bulunya.
“Kalian jangan pembangkang menyerupai itu. Ulat bulu dapat menciptakan tubuh kalian gatal. Ayo, cepat basuh tangan kalian dengan sabun dan ganti baju!” “Iya Bun..” jawab mereka hampir bersamaan.
Setelah basuh tangan, ganti baju dan makan siang, mereka masih ingin tau dengan ulat bulu yang ada di pohon mangga. Ulat itu jumlahnya sangat banyak tidak menyerupai biasanya. Tiba-tiba saja Koko memiliki inspirasi yang menurutnya menarik. Koko mengajak Kiko untuk mengambil dua ekor ulat bulu untuk dipakai sebagai permainan. Kiko pun menurutinya.
“Tapi nanti jika tertangkap berair Bunda bagaimana?” tanya Kiko.
“Kita bermainnya di dalam kamar saja. Pasti Bunda tidak tahu.”
“Oke jika begitu, tapi dua ulat itu mau kita apakan?”
“Pokoknya ada deh. Nanti saya beri tahu jika sudah ada di kamar.”
Mereka pun membawa dua ekor ulat ke dalam kamar mereka.
“Nah, kini kita laga balap kedua ulat bulu ini,” kata Koko sehabis hingga di kamar.
“Wah, niscaya menarik ini!” kata Kiko antusias.
“Ayo, pilih ulat jagoanmu! Garis ubin itu tanda batas lintasan balapnya. Ulat yang hingga di pangkal dinding, berarti itu yang menang,” kata Koko.
“Oke! Ayo kita mulai!” Mereka pun memulai permainan balap ulat bulu. Mereka pun gembira, tetapi tidak hingga berteniak-teriak alasannya yakni takut tertangkap berair ibunya. Namun, beberapa menit kemudian. Kegembiraan mereka terusik. Badan mereka gatal-gatal. Di tangan mereka timbul bintul-bintul merah dan sangat gatal.
Karena tidak tahan gatal, Koko dan Kiko menangis. Ibunya tiba memberi pertolongan. Karena bintul-bintulnya menyebar ke beberapa pecahan tubuh, mereka pun diperiksakan ke dokter semoga bintulnya cepat hilang dan sembuh. Koko dan Kiko harus minum obat, padahal mereka sangat tidak suka dengan obat. Tetapi mereka harus meminumnya semoga gatalnya sembuh.
“Makanya kalian itu harus berdasarkan pesan tersirat Bunda. Diberi tahu jika jangan bermain ulat. Eh, kalian malah nekat bermain ulat bulu. Nah, ini akibatnya. Badan kalian gatal-gatal dan harus minum obat,” pesan tersirat ibunya.
“Maafkan Koko, Bunda! Koko menyesal. Koko tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Koko.
“Kiko juga minta maaf, Bunda,” tambah Kiko.
Komentar
Posting Komentar