Puisi Dan Bahasa Perjuangan

oleh: Andi Dwi Handoko
Sejarah telah mencatat bahwa satria ialah tonggak usaha bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Pahlawan telah memberi motivasi, inspirasi, dan semangat nasionalisme bagi para cowok untuk meneruskan perjuangannya. Tak hanya itu, satria juga telah menginspirasi para penyair untuk membuat tema-tema usaha dalam puisinya.

Chairil Anwar yang dikenal sebagai penyair angkatan ‘45 tentu dekat dengan kondisi usaha bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Tidak ayal jikalau puisi-puisi Chairil Anwar banyak mengambil tema perjuangan. Sebut saja puisi Diponegoro, Krawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, dan sebagainya. Dalam puisi-puisi tersebut, Chairil Anwar mencoba membahasakan usaha para pahlawan. Misalnya kutipan puisi Diponegoro berikut “Di depan sekali tuan menanti/Tak gentar/Lawan banyaknya seratus kali/Pedang di kanan, keris di kiri/Berselempang semangat yang tak sanggup mati”. Bahasa dalam puisi tersebut menggebu-gebu, semangat, dan merefleksikan betapa kerasnya usaha dikala berperang.

Puisi-puisi Chairil Anwar tersebut juga banyak mengandung pesan moral. Misalnya kutipan puisi Krawang-Bekasi berikut “Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu”. Kutipan tersebut memberi makna bahwa usaha satria yang telah gugur harus dikenang, diteladani, dan diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya.

Tidak hanya Chairil Anwar, Toto Sudarto Bachtiar pun membahasakan usaha satria dalam puisinya yang berjudul Pahlawan Tak Dikenal. Dengan mengambil setting tanggal 10 November yang sekarang diperingati sebagai hari Pahlawan, Toto Sudarto Bachtiar menarasikan dan mendeskripsikan usaha seseorang yang masih muda gugur di medan perang dengan peluru bulat di dadanya.

Tak ketinggalan dengan Rendra, ia membuat puisi dengan judul Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang yang mengisahkan seseorang yang berdoa kepada Tuhannya sebelum berperang. Ia meminta izin kepada Tuhannya untuk membunuh dengan senapan dan sangkurnya. Hal ini terlihat dari kutipan “Tuhan ku/Erat-erat kugenggam senapanku/Perkenankan saya membunuh/Perkenankan saya menusukkan sangkurku”.

Puisi sanggup menjadi refleksi atas kejadian-kejadian sosial. Dari contoh-contoh di atas sanggup dibuktikan bahwa lewat puisi, seorang penyair sanggup membahasakan usaha para pahlawan. Dengan puisi itu pula, penyair ingin menunjukkan pesan sopan santun pada generasi muda untuk selalu menghargai dan meneruskan jasa para pahlawan.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 Soal Melengkapi Pantun – Kisi-Kisi Us/M Sd/Mi

Cerita Ilustrasi Peribahasa Sambil Menyelam Minum Air

Soal Menyusun Kalimat Menjadi Paragraf Yang Padu