Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Puisi

Pinggir Sejarah Dari pinggir sejarah kita menghitung luka-luka berkarat pada jendela nako yang mulai pecah daging-daging bacin membawa aroma cendawan purba hinggga bunga-bunga tak lagi menawarkan seutas keharuman yang dulu pernah mengikat hatiku ke hatimu kita yang pernah bercerita tentang sebuah perbedaan membakar ujung syaraf terlena pada bujukan-bujukan pemberontakan dengan mesiu-mesiu dan paham-paham yang mulai bau terurai bakteri kita yang berada di pinggir sejarah mendirikan panggung dengan sorak penggemar irama musik-musik populer menghentak-hentak hingga terlupa tak menggunakan celana dalam Solo, 04’06’09 Senyum dalam Potret Ungu Aku menyimpan potret tubuhmu dalam bingkai ungu bertuliskan abjad-abjad sejarah kusam ditelan waktu menelanjangi kenangan yaitu kesepian mengukir barisan-barisan kata di dinding kamarku berbaris puisi dalam tidur senyummu menuntunku mesra dalam ruang tanpa dimensi bergurat mantra dan lukisan bergaya absurd kau bersenandung dalam gelap membangunkanku me

Sinekdoke Bahasa

oleh:Andi Dwi Handoko Persoalan bahasa ialah problem yang sangat kompleks. Dalam berbahasa, kita sering menemui frase atau idiom yang sulit dimengerti namun sudah menjamur dan diterima dalam masyarakat. Salah satu misalnya ialah ”pembalut wanita”. Secara sekilas, idiom tersebut tidak ada kasus dan sudah lazim dipakai masyarakat. Akan tetapi jikalau dicermati lebih lanjut, ada yang ganjil dalam idiom tersebut. Jika diurai ”pembalut” ialah alat untuk membalut atau membungkus. Sedangkan kata yang menyertainya ialah ”wanita”, sehingga idiom tersebut sanggup berarti pembalut atau pembungkus wanita. Tentu pengertian ini mengakibatkan sesuatu hal yang tidak logis. Agar logis maka idiom tersebut sanggup diganti dengan ”pembalut kemaluan wanita” atau ”pembalut vagina”. Akan tetapi konvensi bahasa dalam masyarakat memandang hal tersebut sebagai hal yang tidak normatif. Kesan tabu akan muncul dalam idiom ”pembalut kemaluan wanita” atau ”pembalut vagina”, sehingga ”pembalut wanita” tetap menjadi s

Meregenerasi Kesenian Reog

Gambar
Pernahkan anda membawa barang seberat setengah kwintal dengan gigi anda? Bisa-bisa gigi anda akan tanggal semua jikalau benar-benar melakukannya. Namun membawa barang berat dengan gigi bukanlah suatu hal yang sulit bagi para pembarong. Pembarong ialah salah satu pemain dalam atraksi reog yang bertugas mengangkat singo barong atau dadak merak dengan gigi dalam sebuah pertunjukkan reog. Ketika menyaksikan sebuah pertunjukkan reog, kita niscaya disuguhi suatu atraksi yang mengundang decak kagum. Bagaimana tidak, seorang pembarong bisa mengangkat dadak merak yang beratnya mencapai 50kg lebih hanya dengan gigi-giginya. Dengan beban seberat itu, ia masih sanggup menari dan mengibas-ngibaskan dadak meraknya. Tak jarang pula dadak merak tersebut dinaiki seseorang dan ia bertengger sempurna di atas kepala singa. Jika berat orang tersebut dan dadak merak masing-masing ialah 50kg berarti pembarong itu mengangkat beban sampai 100kg. Kekuatan yang luar bisa dari pembarong inilah yang kadang menjadi

Poem

Ingatan Sebuah Rumah lama kabarmu jauh lepas di antara pandangan mata yang kamu lihat di cermin uban-uban putih menggigilkan pagi kita yang buta suara kita jadi batu-batu berserakan dalam masa yang purba sedang saya kamu masih mengingat jalan-jalan setapak yang pernah dilalui menjelma jalan-jalan ibu kota tak pernah tidur asap-asap tak pernah berhenti menggempur belahan napas sudut kota gerimis tipis seolah tangis teduh air mata banjir memenuhi rumah lama kau tata bangku meja yang patah di pelataran senja lukisan-lukisan dengan cat mengelupas satu-satunya harta rumah lama dan hanya jejak-jejak di jalan setapak jalan pulang ke rumah itu aku yang melupa kau yang tidur tak ingat lagi jejak-jejak hilang terhapus ruang kota yang beringas Solo, 02’05’09. Kabar Kawan Lama Kita saling berkabar wacana rumah-rumah kampung yang tak lagi memiliki halaman daerah kita bermain dahulu Suara-suara jangkrik di tengah malam yang menandai perburuan kita di masa lampau hilang berganti lagu-lagu dengan tang

Puisi Again

Mimpi Televisi televisi melahirkan bayi-bayi lucu dari rahimnya mereka tumbuh dalam tabung televisi tanpa mengenal usia kelender bergegas tanpa cemas melenyapkan kebosanan pada dunia nyata televisi menjadi ibu yang jelita penuh kasih sayang setia mendongengi anak-anak hingga tertidur lelap dalam pelukan televisi mendidik anak-anaknya dengan buku digital penuh mimpi dan imajinasi tanpa setitik kegelisahan pada waktu televisi dan mimpi terus bersetubuh melahirkan bayi-bayi lucu Monumen Sejarah waktu mencatat nama-nama pada watu cadas mengukir bentuk lisan dan wajah terbungkam dosa-dosa menjadi sebuah monumen bersejarah orang-orang berbaju kumal memuja batu-batu mengukir angka-angka sejarah bersendawa dengan lapar di malam buta pekat menyekaratkan nyawa dalam lorong-lorong kota wajah-wajah tak dikenal membuat topeng sejarah menjarah bank-bank menjerat senyum orang kelaparan mereka membangun derita menjadi monumen di tengah-tengah kota Anak-anak Elektronik mereka berkejaran sembari mengika

Penulisan Dirgahayu

Gambar
oleh: Andi Dwi Handoko Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Solo Memasuki bulan Agustus, di banyak sekali kawasan banyak terlihat persiapan untuk menyambut peringatan hari jadi kemerdekaan Indonesia. Persiapan itu mencakup pembuatan gapura atau umbul-umbul yang biasanya disertai goresan pena ucapan selamat hari jadi kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi pada kenyataannya, ucapan yang tertulis di gapura, umbul-umbul, spanduk atau di kawasan lainnya kadang-kadang masih mengandung kesalahan. Salah satu bentuk kesalahan yaitu penggunaan kata ”dirgahayu” yang tak semestinya. Contohnya sanggup dilihat pada ungkapan berikut ”Dirgahayu HUT Republik Indonesia”. JS Badudu, seorang pakar bahasa pernah mengulas kesalahan penggunaan kata ”dirgahayu” pada bukunya yang berjudul ”Inilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”. Berdasarkan buku tersebut, aku akan membahas letak kesalahan penggunaan kata ”dirgahayu” pada ungkapan tersebut. Kata dirgahayu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi

Pendakian Gunung Lawu

Gambar
- Cemoro Sewu - Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot. Otak dan hasrat berinisiasi untuk melaksanakan hal yang menarik. Sudah usang sekali tidak merasakan hawa pegunungan yang sejuk dan dinginnya sapuan angin di atas sana. Ada harapan untuk menyusul puncak demi puncak. Yah terlalu usang saya menuangkan kata-kata di atas, bergotong-royong ditengah liburan yang panjang saya cuma ingin naik gunung. Begitu. Pertama harapan saya ialah mendaki Merbabu. Tapi karenanya malah kebujuk rayu untuk mendaki Merapi melalui jadwal pendakian massal. Walau dulu saya pernah ke merapi tapi gak apa-apalah dari pada tidak muncak. Akan tetapi alasannya suatu hal, ke Merapi juga batal. Mencari alternatif lain, karenanya saya mengajak seorang sahabat untuk mendaki Gunung Lawu. Dengan modal niat dan nekad, karenanya kita bersiap untuk menaklukkan gunung Lawu. Kami berdua mencari sahabat untuk menambah rombongan. Akan tetapi kami hanya sanggup embel-embel satu orang, itu artinya k

Cerita Pendek Marko

Marko “Aku akan membunuh orang itu sebelum ayam berkokok di pagi buta” Sepenggal kalimat itu menyudahi percakapan lewat telepon. Suara dalam telepon kelewat halus dan santun walau ada tekanan aksen bunyi pada ketika simpulan pembicaraan. Akan tetapi Marko sang akseptor telepon lebih terkesan cuek dan tak banyak cakap. Ia lebih menekankan pembicaraan dengan bertanya tak ibarat seorang wartawan. Ia cukup menyampaikan siapa, di mana dan berapa. Biasanya telepon ibarat itu akan menjadi lebih usang ketika ia mengucapkan kata berapa. Jika terlalu lama, maka tak segan-segan ia mematikan telepon dan tak mengangkatnya lagi. Pukul delapan lewat lima menit. Marko melihat jam di dinding kamarnya ibarat melihat lomba pacuan kuda. Keningnya berkerut menandai suatu proses interaksi saraf-saraf di otaknya. Ia ibarat anak kecil yang sedang mengerjakan hitungan matematika tanpa alat bantu apa pun. Ia tersenyum kecil. Malam ini pekerjaan telah menantinya. Pekerjaan yang tidak mudah, namun ia harus m

Fokus Kualitas Dulu

oleh: Andi Dwi Handoko USULAN penggabungan jadwal sarjana (S1) dan pascasarjana (S2) sanggup jadi disambut antusias oleh sebagian masyarakat, alasannya yaitu seseorang sanggup memeroleh gelar magister secara lebih cepat. Dengan penggabungan tersebut, mahasiswa hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk meraih gelar magister. Tetapi proposal dari Rektor UI Prof Gumilar Rusliwa Somantri ini perlu dikaji lebih lanjut, alasannya yaitu tiap proposal niscaya ada nilai faktual dan negatifnya. Nilai faktual dari proposal ini yaitu mempersingkat masa studi, sehingga sanggup menghasilkan lebih banyak akademisi muda yang bergelar magister. Efisiensi usia akan memperpanjang masa bakti untuk berkreasi dan berinovasi dengan ilmu yang dimilikinya. Lulusan pascasarjana yang masih muda akan lebih produktif, kreatif, dan inovatif. Jika dipandang dari sudut yang lain, proposal ini sanggup menjadi persoalan yang pragmatis. Penyingkatan masa studi akan mempertebal gambaran budaya instan dalam pendidik

Mawar Risti

Gambar
Cernak: Andi D Handoko Risti gres saja pulang dari les sore di sekolahnya. Setiba di beranda rumah, Risti marah-marah. Pot bunga mawarnya pecah, tanahnya berhamburan ke mana-mana. Bunga mawar di hadapannya mulai layu. Ia hampir menangis. Risti memanggil ibu yang sedang berada di dapur dengan teriakan keras. “Ibu...! Ibu...!” “Ada apa Risti, kok manggil Ibu dengan teriak-teriak?” Ibunya tiba dengan tergesa-gesa. “Ini Bu...!” “Lho...kok sanggup hingga pecah begitu?” “Mana Risti tahu, Ibu yang seharusnya tahu kenapa pot ini sanggup pecah.” “Ibu dari tadi sibuk di dapur, menuntaskan pesanan katering.” “Uuuhhh...” keluh Risti mengatakan kekesalannya. “Risti, sebentar ya, Ibu ke dapur dulu, takut tempe gorengnya gosong.” Risti membereskan pot bunganya yang berhamburan di lantai. Dito datang. Sepertinya beliau habis bermain bola. Ia pun menerima pertanyaan dari kakaknya. “Dit, kau tahu kenapa pot bunga ini pecah?” “Tiii..ti..tidak tahu Kak, Dito kan gres saja bermain bola,” jawa

Bahasa Dan Martabat Bangsa

oleh: Andi Dwi Handoko Bulan Oktober sering juga disebut juga sebagai bulan bahasa. Beberapa forum menyerupai Pusat Bahasa atau instansi pendidikan sering memperingati bulan bahasa dengan menyelenggarakan acara kebahasaan. Kegiatan itu sanggup berupa lomba menulis karya fiksi maupun non-fiksi, pidato, deklamasi puisi, atau pemilihan duta bahasa. Kegiatan ini diperlukan sanggup menumbuhkan rasa gembira dan cinta terhadap bahasa Indonesia. Lahirnya peringatan bulan bahasa tak lepas dari kejadian Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Poin ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia” menandai lahirnya bahasa Indonesia yang sekaligus berkedudukan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 mengacu pada UUD 1945 kepingan XV, pasal 36, yang berbunyi “Bahasa negara yakni bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia ikut andil dalam mempersatukan bangsa Indonesia

Puisi Kota

Andi D Handoko* Ziarah Kota kota-kota telah mati orang-orang tak rela untuk mati mereka pergi dalam sebuah dunia sunyi setelah sekian waktu sejenak kembali menziarahi kota ini sembari menabur bunga mereka menuang angka-angka yang luput bersama rumus matematika jalan-jalan berlumpur hitam melukis jejak kaki mereka yang mencoba mengeja arah dalam doa dalam sebuah ketakziman langit kota ini berkabut ada asap membumbung tinggi ada api mengantarkan pada sebuah upacara suci di tengah-tengah kota orang-orang ikut mati kota hidup kembali Solo, 141009 Hujan kota hujan singgah di halte bus tengah kota tempiasnya membasahi ranum pipi kekasihku ada hujan ada kenangan seperti saya dan kekasihku pada kota yang menyimpan ratusan hujan pada jalan-jalan sekarang tak lagi melenggang nyaman masih saja mengingat memori tentang : kota dan hujan taman-taman menyerupai istana kerajaan yang sekarang hilang bercampur menjadi sebuah paku angkasa surya megah gagah menyambut hujan namun, hujan membawa gelisah

Cerpen Mudik

oleh: Andi Dwi Handoko Tiba-tiba saya teringat kampungku. Sawah-sawahnya yang menghampar luas dan bunyi burung pipit yang terbang dari tangkai-tangkai padi seusai diusir oleh si empu sawah masih tajam mengisi urat sarat ingatanku. Entah sudah berapa isu terkini kampung itu ku tinggalkan. Atau barangkali sudah berapa tahun kampung itu ku tinggalkan. Rumah bapak ibuku masih saja dengan alamat itu. Masih sama ibarat alamat tujuan wesel yang selalu saya kirimkan tiga atau empat bulan sekali. Barangkali sudah waktunya saya kembali ke kampung halaman. Selama ini saya ibarat dalam sebuah kota pengasingan yang membuatku jauh dari ingatan masa kecil. Terpenjara dalam sebuah kota yang penuh dengan kehidupan beringas. Namun di kota ini, ibu kota ini, saya sanggup menghidupi diriku yang dulu hanyalah seorang pengangguran lulusan Sekolah Menengah Pertama dengan nilai simpulan yang pas-pasan. Di sisi lain saya juga sanggup menyisihkan penghasilan untuk dikirim ke bapak ibu. Kadang dikala saya m

Bahasa Pidato

Gambar
Oleh : Andi Dwi Handoko Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Solo Pidato merupakan ketrampilan berbahasa verbal yang mempunyai peranan penting di kehidupan sehari-hari. Pidato sanggup ditemukan dalam acara-acara ibarat seminar, rapat, upacara, kampanye, demonstrasi dan lain-lain. Pidato sanggup dijadikan sebagai sarana transformasi isu dari seseorang ke orang banyak. Di sinilah keutamaan pidato, seseorang sanggup memberikan gagasan ke hadapan orang banyak. Gorys Keraf dalam bukunya yang berjudul Komposisi memaparkan ada empat fungsi bahasa, yakni sebagai ekspresi diri, alat komunikasi, alat integrasi dan penyesuaian sosial dan alat kontrol sosial. Pidato sebagai ketrampilan berbahasa telah meliputi empat fungsi bahasa tersebut. Pidato ekspresif sanggup dicontohkan oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno. Dengan bahasa yang menggebu-gebu dan penuh semangat, Soekarno bisa aben semangat rakyat Indonesia yang sedang memperjuangkan kemerdek

Awal Tahun Ini

Malam tahun baru suara mercon berpacu bunyi bising kendaraan lampu-lampu jalan enggan terlihat sudut malam tak lagi sunyi semarak pesta kembang api menandai pergantian hari orang kemudian lalang menghuni jalan mata-mata sayu terus berjaga entah menunggu apa teriakan orang-orang mengusik serangga malam tukang nasi goreng, jagung bakar, martabak, kacang rebus, hingga gado-gado masih saja bergadang menunggu panggilan pesanan klakson berirama tak karuan mengejutkan sepasang insan yang sedang kasmaran mencuri peluk cium di balik dingklik taman sedang seorang bayi menangis mendengar keramaian luar dari kamar ditinggal ibunya ke kamar mandi sudut malam tak lagi sunyi semarak pesta kembang api menandai pergantian hari Solo, 2009 Catatan masa lalu kau tumbuhkan duri pada hari-hari yang berlari mengejarmu jauh dan menelungkupkan masa lalu di antara puing sisa hidup yang terkotak-kotak mengalir air mata terbenam keangkuhan dunia kau yang menyusun masa lalu kau yang meninggalkan masa lalu kau bawa

Penggunaan Dan Sebagainya

Praktik kebahasaan haruslah mengacu pada hukum dan konvensi bahasa. Dalam bahasa verbal maupun tulis, kata ialah unsur utama dalam pembentukan sarana komunikasi. Kata-kata dirangkai menjadi suatu rangkaian kata yang bermakna. Oleh lantaran itu, dalam berbahasa seseorang harus memperhatikan kaidah sehubungan dengan pemilihan kata atau ungkapan. Pemilihan kata haruslah sempurna dan sesuai kadiah, terutama dalam praktik penulisan ilmiah atau ragam bahasa resmi. Adakalanya seseorang secara tidak sadar memosisikan kata atau ungkapan yang tidak sempurna dalam sebuah kalimat. Hal tersebut sanggup terjadi lantaran kurangnya pemahaman terhadap suatu kaidah bahasa. Salah satu misalnya ialah pada kalimat berikut Ia membeli sabun, air mineral, kecap, buku, roti, dan sebagainya di toko itu. Ketika membaca secara sekilas, tampaknya kalimat tersebut sudah tepat. Akan tetapi, kalau ditelaah lebih lanjut, kalimat tersebut kurang sempurna pada penggunaan ungkapan dan sebagainya. Ungkapan dan sebagainya

Analisis Tentang Tekstual Dan Kalimat Imperatif Pada Lirik Lagu Laskar Pelangi Karya Kelompok Musik Nidji

Analisis Wacana Tekstual dan Kalimat Imperatif pada Lirik Lagu Laskar Pelangi Karya Kelompok Musik Nidji Oleh: Andi Dwi Handoko Abstrak Tulisan ini akan menganalisis lagu Laskar Pelangi. Lagu Laskar Pelangi yaitu salah satu lagu yang terdapat dalam album Ost. Laskar Pelangi. Album Ost. Laskar Pelangi yaitu album yang berisi beberapa lagu sebagai pengisi dalam film Laskar Pelangi yang disutradarai oleh Riri Riza. Lagu Laskar Pelangi yaitu hasil refleksi dari novel karya Andrea Hirata. Lirik lagu Laskar Pelangi bisa mengungkapkan pesan dalam novel tersebut. Pesan-pesan dalam lagu ini tertuang dalam teks-teks atau kalimat yang mengandung tuturan imperatif. Lagu ini akan dianalisis secara tekstual dan mengklasifikasikan bentuk-bentuk kalimat imperatif. Analisis wacana tekstual dalam lagu ini meliputi analisis aspek gramatikal dan leksikal. Aspek gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion). Aspek leksi

Sapaan Anda

Beberapa waktu yang lalu, dalam suatu perkuliahan teman aku mengajukan pertanyaan kepada dosen. Pertanyaan itu cukup jelas, akan tetapi dosen menyuruh mahasiswa tersebut mengulangi pertanyaannya sampai beberapa kali. Ternyata dosen tidak mempermasalahkan substansi pertanyaan tersebut. Dosen mempermasalahkan kata sapaan yang dipakai teman saya, yakni “menurut Anda”. Menurut dosen, kata sapaan “Anda” tidak sempurna kalau diucapkan oleh mahasiswa kepada dosen. Jika kita telaah, kata “Anda” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sapaan untuk orang kedua dengan tidak membedakan tingkat, kedudukan, dan umur. Pada penggunaanya, memang benar kata sapaan “Anda” lebih halus dan sopan dipakai untuk menyapa orang kedua daripada memakai “Kamu” atau “Engkau”. Akan tetapi, berdasarkan pengertian dari KBBI di atas, sapaan “Anda” memang tidak sempurna kalau diucapkan oleh mahasiswa kepada dosen. Dalam konteks perkuliahan, strata mahasiswa terang berada di bawah dosen. Untuk itu, mahasiswa le