Bahasa Dan Martabat Bangsa

oleh: Andi Dwi Handoko
Bulan Oktober sering juga disebut juga sebagai bulan bahasa. Beberapa forum menyerupai Pusat Bahasa atau instansi pendidikan sering memperingati bulan bahasa dengan menyelenggarakan acara kebahasaan. Kegiatan itu sanggup berupa lomba menulis karya fiksi maupun non-fiksi, pidato, deklamasi puisi, atau pemilihan duta bahasa. Kegiatan ini diperlukan sanggup menumbuhkan rasa gembira dan cinta terhadap bahasa Indonesia.

Lahirnya peringatan bulan bahasa tak lepas dari kejadian Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Poin ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia” menandai lahirnya bahasa Indonesia yang sekaligus berkedudukan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 mengacu pada UUD 1945 kepingan XV, pasal 36, yang berbunyi “Bahasa negara yakni bahasa Indonesia”.

Bahasa Indonesia ikut andil dalam mempersatukan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bahasa yang tersebar di pulau-pulau sehingga bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa perhubungan (lingua franca). Dengan fungsi ini, bahasa Indonesia merupakan martabat bangsa Indonesia yang harus dipertahankan, dihormati dan dibanggakan. Pengembangan bahasa Indonesia pun terus dilakukan. Dapat diketahui setiap kali Pusat Bahasa mengeluarkan edisi terbaru Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maka kosa kata di edisi terbaru akan semakin lebih banyak dari pada edisi lama.
Sebagai generasi penerus, kita mesti mempertahankan dan menumbuhkan rasa cinta serta gembira terhadap bahasa Indonesia biar lebih bermartabat. Akan tetapi pengaruh kala globalisasi kini bertahap telah mengikis rasa gembira terhadap bahasa Indonesia. Tidak sanggup dipungkiri bahwa kini banyak orang lebih gembira memakai bahasa ajaib dari pada bahasa indonesia.

Sekarang orang-orang, terutama dewasa lebih leluasa mengucapkan kata “sorry” dari pada kata “maaf”, “dinner” dari pada “ makan malam”, “cover” dari pada “sampul”, dan lain-lain. Penamaan suatu daerah pun lebih sering memakai bahasa ajaib dari pada bahasa Indonesia dengan alasan fungsi global. Dapat dicontohkan pada penamaan daerah City Walk, Solo Techno Park, Ngarsapura Night Market, dan lain-lain.

Pada dasarnya penggunaan bahasa ajaib dalam komunikasi sah saja dilakukan, apalagi untuk menghadapi tantangan kala globalisasi. Akan tetapi penggunaannya harus sadar situasi. Ketika perlu memakai bahasa ajaib maka gunakan bahasa asing. Sebaliknya jikalau perlu memakai bahasa Indonesia, maka gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap bahasa akan mencerminkan jati diri kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 Soal Melengkapi Pantun – Kisi-Kisi Us/M Sd/Mi

Cerita Ilustrasi Peribahasa Sambil Menyelam Minum Air

Soal Menyusun Kalimat Menjadi Paragraf Yang Padu