Mawar Risti

 Risti gres saja pulang dari les sore di sekolahnya Mawar Risti
Cernak: Andi D Handoko
Risti gres saja pulang dari les sore di sekolahnya. Setiba di beranda rumah, Risti marah-marah. Pot bunga mawarnya pecah, tanahnya berhamburan ke mana-mana. Bunga mawar di hadapannya mulai layu. Ia hampir menangis.
Risti memanggil ibu yang sedang berada di dapur dengan teriakan keras.
“Ibu...! Ibu...!”
“Ada apa Risti, kok manggil Ibu dengan teriak-teriak?” Ibunya tiba dengan tergesa-gesa.
“Ini Bu...!”
“Lho...kok sanggup hingga pecah begitu?”
“Mana Risti tahu, Ibu yang seharusnya tahu kenapa pot ini sanggup pecah.”
“Ibu dari tadi sibuk di dapur, menuntaskan pesanan katering.”
“Uuuhhh...” keluh Risti mengatakan kekesalannya.
“Risti, sebentar ya, Ibu ke dapur dulu, takut tempe gorengnya gosong.”
Risti membereskan pot bunganya yang berhamburan di lantai. Dito datang. Sepertinya beliau habis bermain bola. Ia pun menerima pertanyaan dari kakaknya.
“Dit, kau tahu kenapa pot bunga ini pecah?”
“Tiii..ti..tidak tahu Kak, Dito kan gres saja bermain bola,” jawab Dito agak gugup.
“Beneran?”
“Benar,” jawab Dito sambil masuk ke dalam rumah.
Risti sangat mencintai bunga mawarnya. Padahal gres tiga hari yang kemudian ia mempunyai bunga mawar itu. Pot sekaligus bunga mawar itu merupakan hadiah ulang tahun dari teman-teman sekolahnya. Ia masih ingat, di hari ulang tahunnya yang ke-10 itu, teman-temannya berkata semoga memelihara bunga itu dengan baik. Melihat pot dan bunga mawarnya berantakan, Risti menjadi sedih.
Sementara itu, di balik jendela Dito memperhatikan kakaknya di luar. Risti mencoba mengganti pot yang pecah dengan kaleng bekas. Di tanamnya kembali bunga mawar itu semoga tidak semakin layu dan mati. Tiba-tiba Dito ikut merasa sedih. Sebenarnya ia tahu kenapa pot bunga itu terjatuh dan pecah. Tapi ia takut berkata yang bahwasanya pada kakaknya.
Esok harinya, Dito tidak masuk sekolah alasannya sakit. Dokter sudah memeriksanya. Kata dokter Dito sakit demam. Badannya sangat panas. Ia perlu banyak istirahat. Ia harus teratur minum obat. Padahal Dito paling tidak suka minum obat. Rasanya pahit. Namun Dito harus minum obat.
Sepulang sekolah, Risti disuruh ibu untuk menjaga adiknya. Ia disuruh untuk menyuapi adiknya. Tapi sebelum itu, ia ganti baju dan menyempatkan untuk menyiram bunga mawarnya.
Risti menyuapi adiknya dengan sabar. Badan Dito masih agak panas.
“Bagaimana bunga mawarmu Kak?”
“Sudah mulai segar lagi Dit, untuk saja kemarin Kakak cepat menanamnya kembali dalam kaleng bekas.”
“Maafin Dito ya Kak!”
“Lho kok tiba-tiba Dito minta maaf, emangnya ada apa?”
“Sebenarnya Dito yang menjatuhkan pot bunga Kak Risty. Kemarin waktu Dito sendirian bermain bola di halaman, tak sengaja bola Dito menyenggol pot itu.”
Sejenak Risti membisu dengan pengukuhan Dito. Kemudian tersenyum kembali.
“Kenapa kemarin membiarkan pot itu dan tidak berterus terperinci kepada Kakak?”
“Dito takut untuk berterus terang.”
“Ya sudah, nggak apa-apa, Dito sudah minta maaf dan berkata jujur. Besok-besok dihentikan bohong. Memendam kebohongan malah jadi sakit begini.”
“Kak Risti tidak marah?”
“Buat apa Kak Risty marah. Kak Risty sayang Dito. Sekarang yang lebih penting yakni kesembuhan Dito.”
“Terima kasih Kak.”
Mereka berpelukan

Dimuat di Solopos, Minggu 1 November 2009.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 Soal Melengkapi Pantun – Kisi-Kisi Us/M Sd/Mi

Cerita Ilustrasi Peribahasa Sambil Menyelam Minum Air

Soal Menyusun Kalimat Menjadi Paragraf Yang Padu